"Selamat datang di #JambiKotaBerasap",. Itu lah yang sekarang ini menjadi heboh baik di fb, twitterr, ataupun media sosial yang lain. Yah,..lagi dan lagi, asap pekat kembali menyelimuti daerah ku, Jambi. Seperti tahun-tahun sebelumnya, setiap musim panas, selain kekeringan yang melanda, fenomena yang terjadi adalah datangnya kabut asap yang pekat yang menyebabkan terganggunya aktivitas masyarakat. Hari ini, Kamis 28 Oktober 2015, mungkin sudah masuk 4 bulan (terhitung dari juli sampai oktober), Jambi dan sekitarnya diselimuti asap tebal. Asap pekat yang tiap hari harus kami hirup, yang seharusnya dihindar, tapi kami hirup untuk hidup. Miris memang, tapi ini lah faktanya.
Asap tebal tahun ini memang lebih parah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Selain tebal, waktu asapnya pun juga cukup lama, kira-kira sekitar 4 bulan warga tergangu akibat kabut asap tebal ini. Padahal di tahun-tahun sebelumnya, paling lama juga 3-4 minggu, kabut yang tebal seperti ini pun menghilang. Akan tetapi berbeda dengan tahun ini. Para ahli menyatakan bahwa musim kemarau tahun ini diperparah dengan fenomena alam, yaitu fenomena el nino, sehingga awan-awan hujan yang biasanya banyak di Indonesia, menjadi berkurang, sehingga musim panasnya akan terasa sedikit lama dan tentulah lahan yang mengering semakin lama semakin banyak.
Kondisi panas dan lahan yang kering inilah dimanfaatkan oleh pengusaha khususnya yang bergerak disektor perkebunan, untuk membuka lahan dengan cara dibakar. Cara ini dipilih karena lebih murah dan cepat dibandingkan cara membuka lahan menggunakan alat berat yang lebih mahal. Sebenarnya cara ini telah lama diterapkan oleh masyarakat kita dari zaman dulu, akan tetapi, lahan yang dulu dibakar oleh petani tidaklah seluas yang dimiliki perusahaan. Paling petani punya lahan hanya 1 - 10 hektar, sehingga kalau membuka lahan dengan cara dibakar, tidak menimbulkan efek kabut asap seperti sekarang ini. Sedangkan lahan yang dibeli oleh perusahaan, jumlahnya ratusan bahkan ribuan hektar. Kalau cara mereka membuka lahan sama seperti petani pada umumnya dengan cara dibakar, tentulah menimbulkan efek yang sangat luar biasa, bayangkan, ratusan hektar lahan dibakar, tentulah akan menimbulkan asap yang luar biasa banyak sehingga mengganggu warga di sekitarnya.
Belum lagi jenis tanah di Sumatra dan Kalimantan yang banyak gambut dan bahkan ada beberapa daerah gambutnya itu sangat tebal, lebih dari 1 meter. Jika lahan gambut itu yang terbakar, akan susah untuk memadamkan apinya, kenapa? karena bisa saja pada bagian atas dari gambut tadi yang telah padam apinya, tapi bagaimana dengan bagian bawah? apa sudah padam juga? belum tentu. Itu lah yang menyebabkan lamanya memadamkan api pada daerah bergambut.
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa kabut asap ini bisa berulang terjadinya? Apakah tidak ada langkah pencegahan yang dibuat oleh pemerintah untuk mencegah kasus kebakaran hutan ini? Apakah cara yang ditempuh oleh pemerintah pusat dan daerah dalam memadamkan api ini sudah maksimal? Apakah pihak keamanan tidak bisa mencegah perusahaan yang ingin membuka lahan dengan cara dibakar? Ini mungkin pertanyaan yang sering muncul di kepala kita terhadap musibah asap ini. Kenapa sering muncul pertanyaan ini, karena kejadian ini terus menerus terjadi, berulang tiap tahun, dan memang benar, kebanyakan lahan yang terbakar itu adalah lahan milik perusahaan yang baru dibeli dari masyarakat, dan pihak perusahaan yang tersebut ingin membuka lahan kosong itu untuk ditanami dengan tanaman baru sesuai dengan tanaman yang ingin dihasilkan dari perusahaan tersebut. Karena memang benar, dari berita yang saya baca dan dengar, ada beberapa perusahaan yang terbukti dengan sengaja membuka lahan dengan cara dibakar.
Alhasil, kabut pekat yang tiap hari kami hirup, bahkan dalam beberapa hari terakhir, untuk membuka jendela pada siang hari pun malas, lampu dalam rumah hidup terus tanpa dimatikan, kipas angin terus-terusan dihidupkan dan diarahkan ke lubang angin dinding, tujuannya adalah agar asap pekat diluar sana tidak masuk ke dalam rumah. Meskipun sebenarnya cara ini tidak efektif, karena asap itu sangat kecil, asap itu bukan debu, dia akan masuk ke dalam rumah, meski melalui celah lubang yang kecil, tapi mau gimana lagi, yang penting bisa sehat dan terhindar dari kabut asap pekat yang menyelimuti wilayah kami.
Kadang kami merah dengan respon pemerintah pusat yang tidak begitu cepat dalam menanggapi masalah ini, bahkan ada yang bilang, seumpamanya asap ini masuk wilayah jawa, Jakarta khususnya, mungkin baru lah sibuk semua pihak yang terkait menanggapi masalah ini. Tetapi sayangnya angin tidak bertiup ke arah jawa, tapi bertiup ke awah Malaysia dan Singapura, jadi negara tetangga lah yang sibuk dengan musibah ini. Sedangkan pemerintah, DPR, dan DPD di negara ini, terasa kurang perhatian, padahal jutaan orang di sumatra dan kalimantan, tiap hari menghirup asap.
Kami hanya bisa berharap dan berdoa agar hujan cepat turun dan asap cepat hilang di negeri sepucuk jambi sembilan lurah. Kami butuh udara segar,. kami butuh udara bersih,.
0 comments:
Post a Comment