Banyak orang yang secara spontan berkomentar atau berpendapat tentang suatu hal tanpa memikirkan apa akibat yang ditimbulkan setelah perkataan yang spontanitas tersebut diucapkan. Spontanitas itu memang dibutuhkan, tapi profesi yang lebih cocok untuk hal tersebut adalah pelawak, karena mereka memang dituntut untuk secara spontan merespon tiap perbuatan yang dilakukan oleh lawan mainnya, apalagi dengan respon yang aneh-aneh, sudah pasti akan menimbulkan gelagat tawa dari penonton. Namun pada kehidupan yang nyata, respon yang bersifat spontanitas tersebut harus kita pikirkan terlebih dahulu penggunaannya, karena lawan bicara kita tersebut berbeda dengan lawan bicara ketika seseorang di panggung hiburan seperti pelawak. Para pelawak tersebut telah diseting sedemikian rupa sehingga lawakan yang dihasilkan tersebut tidak menyebabkan lawan bicaranya menjadi dendam atau sakit hati dengan apa yang dibicarakan tersebut.

Budaya spontanitas sekarang ini sudah menjalar kemana-mana, baik dikalangan politik, pejabat publik, dosen, pegawai, petani, sampai masyarakat umum pun sudah terbiasa dengan kebiasaan tersebut. Baru-baru ini pun pejabat publik no 1 di negara ini pun juga terjerat dengan perkataan yang bersifat spontan tersebut ketika merespon perkataan salah satu rekannya sendiri dalam politik, namun perkataan yang spontan tersebut tidak dibuktikan secara nyata sebagaimana perkataan yang beliau sebutkan ketika merespon hal tersebut. Tentu buah dari hasil spontanitas tersebut menyebabkan bahan pembicaraan dimana-mana, apalagi bagi lawan politiknya.

Begitu pula di kehidupan masyarakat awam, begitu banyak perkelahian, pembunuhan, dan perbuatan yang tidak menyenangkan lainnya yang disebabkan oleh hasil dari perkataan yang spontan tersebut. Tentu saja orang akan membuktikan apa yang dikatakan oleh lawan bicaranya tersebut baik berupa pembuktian, maupun berupa bantahan terhadap pernyataan tersebut. Kebebasan berbicara itu memang merupakan hak bagi tiap orang, bahkan setelah era reformasi yang digadang-gadangkan sejak tahun 98 dulu, malah telah diatur dalam perundang-undangan. Namun imbas dari itu semua, banyak yang tidak memikirkan terlebih dahulu apa akibat dari pernyataan tersebut jika diucapkan.

Sudah seharusnya kita kembalikan budaya berbicara ini kepada agama kita, yaitu agama islam. Islam telah mengatur semua hal mulai dari hal yang terkecil sampai hal paling besar, mulai dari tidur sampai kasus pembunuhan. Islam menganjurkan untuk tidak banyak bicara ketika tidak diperlukan, bahkan dalam al-qur'an juga disebutkan dengan bicaralah dengan perkataan yang baik. Islam telah mengajarkan untuk tidak mengolok-olok, untuk tidak memfitnah, dan banyak hal yang diajarkan dalam Islam tentang budaya bicara.

Sebagai penutup, mari kita semua berusaha semaksimal mungkin untuk tidak bicara dengan spontan, kita harus memikirkan terlebih dahulu apa yang kita bicarakan, apakah maksud dari perkataan kita tersebut terkandung maksud pelecehan, dan juga jangan pula kita melebih-lebihkan isi dari perkataan kita dengan apa yang terjadi sebenarnya. Menjaga perasaan orang lain itu lebih baik daripada membuat sakit hati seseorang.

0 comments:

Post a Comment

Blog Archive

Powered by Blogger.

Translate

Popular Posts