Proses fermentasi coklat bertujuan untuk membentuk cita rasa khas coklat dan mengurangi rasa pahit serta sepat yang ada di dalam biji kakao. Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan aneorobik (tanpa oksigen) atau respirasi dalam lingkungan anerobik tanpa akseptor elekron eksternal. Biji kakao tanpa atau kurang fermentasi biasanya memiliki warna permukaan biji yang bagus, tetapi cita rasa coklatnya sangat rendah disertai cacat citarasa bitter dan astringent. Biji “salty” (warna ungu dan agak keabu-abuan) umumnya dihasilkan dari proses fermentasi yang terlalu singkat (kurang dari 3 hari), sedangkan biji rapuh dan berbau kurang sedap atau kadang berjamur adalah produk dari fermentasi yang lama (lebih 5 hari). Biji kakao berjamur atau hitam tidak memiliki cita rasa coklat yang baik, dan disertai cacat cita rasa musty, mouldy, atau  earthy. Biji dengan waktu fermentasi tepat 5 hari mempunyai warna belahan coklat tua dan tekstur berongga, sebaliknya, biji salty mempunyai tekstur pejal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa biji kakao tanpa fermentasi atau pseudo-fermentasi tidak menghasilkan aroma khas coklat dan memiliki rasa sepat dan pahit yang berlebihan. Fermentasi sesungguhnya dapat dilakukan dengan mudah. Metode fermentasi yang dilakukan oleh petani kakao adalah fermentasi tumpukan dan fermentasi dalam kotak peti kayu. Perbedaan dari kedua metode tersebut hanya pada wadah atau tempat yang digunakan.
Beberapa penelitian telah banyak dilakukan yang membahas hubungan berat biji basah yang optimal terhadap proses fermentasi agar dapat berjalan dengan baik. Ada yang melaporkan bahwa proses fermentasi di dalam peti dengan rasio luas permukaan dan volume fermentasi yang kecil akan menghasilkan suhu fermentasi 45 oC walaupun jumlah biji basahnya hanya 20 kg. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sri-Mulato,et al (1995), berat biji kakao basah jenis lindak untuk proses fermentasi sebaiknya tidak kurang dari 40 kg dan ketebalan pemeraman 40 cm. Hal ini terkait dengan kemampuan untuk menghasilkan panas yan cukup agar proses fermentasi berjalan dengan baik. Jadi, semakin banyak biji yang difermentasi, maka potensi produksi panas juga semakin besar.
Fermentasi biji kakao terjadi dalam dua fase, yaitu fase hidrolitik dan fase oksidatif. Waktu yang cukup harus diberikan untuk pembentukan calon cita rasa selama fase hidrofilik. Apabila fase oksidatif segera terjadi setelah kematian biji sebelum fase hidrofilik selesai, maka biji kakao akan memiliki cita rasa yang tidak aromatis. Demikian pula apabila fase oksidatif diperpanjang, maka akan terjadi kehilangan calon citarasa sehingga citarasa coklat menjadi hambar. Sebaliknya apabila fase oksidatif lebih pendek, maka proses “Taning” dan oksidasi polifenol tidak akan terjadi dengan baik dan sepat serta warna coklat khas tidak dapat terbentuk. Secara fisik, akhir proses fermentasi ditandai oleh perubahan warna kulit biji yang semula puti menjadi coklat, intensitas bau asam cuka yang lebih menonjol dibandingkan aroma alkohol, dan lapisan lendir di permukaan biji mudah dibersihkan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Yusianto, dkk (1995) yang dikutip oleh Sukrisno (2008) melaporkan bahwa fermentasi biji kakao dalam peti fermentasi berkapasitas 40 kg biji basah dengan dimensi panjang, lebar, dan tinggi masing-masing 320 mm, 320 mm, dan 500 mm selama 3-4 hari menghasilkan biji kakao dengan citarasa chocolate dan sweet  tinggi, tetapi disertai dengan citarasa acid, citrus, dan brown fruit yang tinggi pula. Sedangkan fermentasi selama 5 – 6 hari dengan menggunakan metode dan sarana yang sama akan menghasilkan biji kakao yang mempunyai citarasa chocolate dan sweet disertai dengan citarasa hamumy, mouldy, musty, dan earthy yang tingi.
Proses fermentasi berlangsung secara alami oleh mikroba dengan bantuan oksigen dari udara. Panas merupakan hasil oksidasi senyawa gula di dalam pulpa. Jadi semakin banyak biji yang difermentasi, produski panas juga semakin besar. Selain faktor berat biji, proses fermentasi akan berjalan dengan baik jika tersedia cukup oksigen. Untuk penetrasi oksigen yang maksimal, peti fermentasi sebaiknya dibuat dari papan kayu yang diberi lubang-lubang. Mikroba memanfaatkan senyawa gula yang ada di dalam pulpa sebagai media tumbuh sehingga lapisan pulpa terurai menjadi cairan yang encer dan keluar lewat lubang-lubang di dasar dan dinding peti fermentasi. Oksigen yang semula terhalang lapisan pulpa dapat masuk ke dalam tumpukan biji. Kondisi aerob (kaya oksigen) ini dimanfaatkan oleh bakteri asetobakter untuk mengubah alkohol mejadi asam asetat dengan mengeluarkan bau khas yang menyengat. Proses oksidasi juga menghasilkan panas (eksotermis) yang menyebabkan suhu tumpukan biji berangsur naik dan mencapai maksimum mendekati 45 – 48 oC setelah hari ketiga.
Selama fermentasi terjadi pula aktivitas enzimatik, enzim yang terlibat adalah endoprotease, aminopeptidase, karboksipeptidase, invertase (kotiledon dan pulp), polifenol oksidase dan glikosidase. Enzim-enzim ini berperan dalam pembentukan prekursor cita rasa dan degradasi pigmen selama fermentasi. Prekursor cita rasa (asam amino, peptida dan gula pereduksi) membentuk komponen cita rasa di bawah reaksi Maillard (reaksi pencoklatan non-enzimatis) selama penyangraian.
Untuk menghentikan proses fermentasi, biji kakao kemudian dikeringkan. Pengeringan dilakukan sampai kadar air menjadi 7 – 8 % (setimbang dengan udara berkelembaban 75 %). Kadar air kurang dari 6 %, biji akan rapuh sehingga penanganan serta pengolahan lanjutnya menjadi lebih sulit. Kadar air lebih dari 9 % memungkinkan pelapukan biji oleh jamur. Pengeringan dengan pemanas simar surya dapat memakan waktu 14 hari, sedangkan dengan pengeringan non surya memakan waktu 2 – 3 hari.
Setelah pengeringan, biji disortir untuk membersihkan biji dan dilanjutkan dengan penyangraian pada suhu 210 0C selama 10 – 15 menit. Tujuan dari penyangraian adalah untuk mensterilisasi biji serta pembentukan cita rasa dari prekursor cita rasa (hasil fermentasi) melalui reaksi Maillard.

Referensi :
Widyotomo, Sukrisno, 2008, Teknologi Fermentasi dan Diversifikasi Pulpa Kakao Menjadi Produk yang Bermutu dan Bernilai Tambah, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia,  Review Penelitian Kopi dan Kakao, 24 (1), 65 – 82.

0 comments:

Post a Comment

Blog Archive

Powered by Blogger.

Translate

Popular Posts