Laju peningkatan penduduk saat ini meningkat cukup pesat di seluruh dunia. Secara tidak langsung menimbulkan masalah baru, yaitu masalah rawan pangan. Begitu pula di negara kita, Indonesia. Laju peningkatan penduduk yang terus menerus meningkat menyebabkan banyaknya lahan pertanian yang dulu produktif, sekarang ini sudah mulai berganti fungsi menjadi wilayah pemukiman. Di Jawa, akan banyak kita temukan lahan sawah yang masih produktif, tetapi di lahan tersebut pula ada pemukiman penduduk. Tidak lain tidak bukan karena lahan kosong yang semakin lama semakin sempit sehingga tidak ada alternatif lain selain membuat rumah di lahan sawah.

Baru-baru ini pula, media masa lagi hangat-hangatnya memberitakan tentang keluhan pengrajin olahan kedelai akibat naiknya harga kedelai di pasaran. Bagaimana tidak, ternyata olahan kedelai yang sering kita jumpai tersebut, kedelainya berasal dari luar alias impor. Berdasarkan data BPS tahun 2013, menyebutkan bahwa produksi kedelai nasional kita pada tahun 2012 hanya sebesar 8 ribuan ton saja, sedangkan angka kebutuhan kedelai secara nasional berkisar 2,3 juta ton. Silahkan saja kita hitung berapa besar persentase produksi dalam negeri dibandingkan dengan kebutuhan yang amat sangat banyak tersebut. Alternatif pemenuhan kebutuhan tersebut tidak lain ya harus membeli dari negara penghasil kedelai guna memenuhi kebutuhan akan kedelai nasional.

Masalah kekurangan bahan pangan tidak hanya dialami oleh negara kita saja, semua negara di dunia ini mengalami masalah yang sama. Melihat permasalahan tersebut, banyak ahli yang berfikir keras bagaimana caranya mengatasi permasalahan tersebut, dan akhirnya tercetuslah ide untuk melakukan proses rekayasa genetika dengan harapan tanaman yang dihasilkan dapat dikontrol pertumbuhannya dan tentu hasil yang didapat akan mencukupi kebutuhan masyarakat di dunia ini. Sebenarnya apa itu proses rekayasa genetika?
Secara sederhana, proses ini membuat suatu organisme (sebut saja tanaman) menjadi kebal terhadap suhu yang sangat rendah. Contoh idealnya tanaman A tumbuh pada suhu 30 derajat celcius, namun karena akan ditanam di daerah yang memiliki suhu maksimal hanya 5 derajat celcius, maka gen tanaman tersebut dimodifikasi dan dapat tumbuh di daerah yang memiliki suhu rendah tersebut.

Source : www.vetbio.uzh
Seperti itulah analogi rekayasa genetika tersebut. Ada banyak jenis tanaman hasil rekayasa genetika yang telah berhasil dikembangkan, salah satunya adalah kedelai. Ternyata kedelai yang banyak dipasarkan di Indonesia adalah jenis kedelai hasil rekayasa tersebut (pangan rekayasa genetika, PRG). Sebenarnya sampai sekarang dunia masih memperdebatkan tentang keamanan dari tanaman PRG ini, bagaimana tidak, modifikasi genetika tersebut kadang memerlukan gen dari makhluk lain untuk disisipkan pada organisme target yang akan dimodifikasi tersebut. Ada beberapa hasil penelitian yang menunjukkan ada pengaruh negatif dari proses rekayasa genetika tersebut, namun  ada pula bantahan tentang dampak negatif dari produk hasil rekayasa genetika tersebut.

Lalu bagaimana pendapat MUI tentang produk ini? halal atau haram kah? Seperti yang dilansir oleh "food.detik.com" tertanggal 09 september 2013, pada 3 Agustus 2013, Fatwa MUI Nomor 35 Tahun 2013 tentang Rekayasa Genetika dan Produknya dikeluarkan dengan ketentuan hukum sebagai berikut:
1. Melakukan rekayasa genetika terhadap hewan, tumbuh-tumbuhan dan mikroba (jasad renik) adalah mubah (boleh), dengan syarat :
a. dilakukan untuk kemaslahatan (bermanfaat);
b. tidak membahayakan (tidak menimbulkan mudharat), baik pada manusia maupun lingkungan; dan
c. tidak menggunakan gen atau bagian lain yang berasal dari tubuh manusia.

2. Tumbuh-tumbuhan hasil rekayasa genetika adalah halal dan boleh digunakan, dengan syarat:
a. bermanfaat; dan
b. tidak membahayakan.

3. Hewan hasil rekayasa genetika adalah halal, dengan syarat:
a. Hewannya termasuk dalam kategori ma’kul al-lahm (jenis hewan yang dagingnya halal dikonsumsi);
b. bermanfaat; dan
c. tidak membahayakan.

4. Produk hasil rekayasa genetika pada produk pangan, obat-obatan, dan kosmetika adalah halal dengan syarat:
a. bermanfaat;
b. tidak membahayakan; dan
c. sumber asal gen pada produk rekayasa genetika bukan berasal dari yang haram.

Fatwa tersebut dikeluarkan setelah mendengar penjelasan dari Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika, LPPOM MUI, Fatwa Nomor 3/Munas VI/MUI/2000 Tentang Kloning, serta diskusi Sidang Komisi Fatwa MUI. Fatwa ini juga didasarkan pada Al-Qur'an, hadis, dan qaidah fiqiyyah.

Ada banyak produk rekayasa genetika yang tersebar di dunia ini, seperti kedelai, tomat, kapas, wortel, dan ada banyak lagi jenis tanamana yang telah berhasil dimodifikasi genetikanya sehingga tanaman tersebut tumbuh dan dapat dikontrol pertumbuhannya. Namun bagaimanapun juga, perlu kita perhatikan bahwa "kembali pada alaminya" merupakan hal yang paling baik dari yang paling baik, karena Allah telah menciptakan segala sesuatu dengan sempurna, tiada satu makhluk pun di dunia ini yang dapat menyamai dan mengalahkan ciptaan Allah yang paling sempurna.




0 comments:

Post a Comment

Blog Archive

Powered by Blogger.

Translate

Popular Posts