9 Juli semakin dekat. Suasana politik di Indonesia semakin hari semakin panas. Saling tuding, saling benci, saling fitnah, saling hujat, saling klaim benar dan terlalu banyak dosa besar yang terjadi di negara ini sehingga rasa panas itu timbul bukan hanya dari cuaca, tapi dari hati pun ikut panas. Bagaimana tidak, dosa-dosa kecil yang semakin lama semakin membesar itu pun akhirnya menasional dan semuanya berdebat kosong dan berbual sesuka hati. Agama, suku, ras, ataupun apalah itu namanya, jadi alasan dasar untuk menjatuhkan lawan, membela pilihan dengan membutakan logika, bahkan kadang tidak sungkan untuk menindas pihak yang terindikasi berbeda pendapat dengan pilihannya.
Hanya karena 2 pasang orang, yaitu Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK, boleh dibilang rakyat Indonesia terpecah belah menjadi 2 kubu yang saling ego. Apa yang salah dengan negara yang besar ini, yang katanya negara ini negara berbudi, negara yang penuh tata krama, negara yang memiliki budaya timur, negara yang penuh senyum, negara yang dikenal dengan simbol ke-bhineka tunggal ika-an, sehingga gara-gara 4 orang ini, dosa masyarakat sekarang menjadi dosa nasional? Insyaallah saya akan tetap berpegang teguh pada aturan al-qur'an yang menyuruh pada hamba-hamba Allah untuk taat kepada allah, taat kepada rasul, dan taat pada pemimpin, tapi kalau masalahnya jadi seperti ini, bagaimana orang bisa taat pada pemimpin, jikalau dari sekarang saja mereka saling menjatuhkan satu sama lain. Bisa dibayangkan jikalau nanti salah satu dari 2 pasang ini menang pada pilpres 9 juli nanti, sudah dapat terlihat jelas bahwa kubu yang kalah akan berusaha keras untuk menggagalkan hasil yang ada, melaporkan berbagai macam kecurangan, dan tentu akan terus mencari-cari kesalahan hingga kalau perlu pihak yang menang itu jatuh dan berantakan. Kalau seperti ini, siapa yang senang? Setan lah yang bakal ketawa lebar.
Jika kita melirik hasil pileg yang baru saja kita helatkan beberapa waktu yang lalu, terlihat bahwa jumlah suara yang dimiliki oleh partai yang berideologi islam cukup besar. KPU pusat mencatat bahwa dari 12 partai yang ikut serta, tercatat ada 5 partai yang berideologi islam, yaitu PKB (9,04%), PKS (6,79%), PAN (7,59%), PPP (6,53%), dan PBB (1,46%) (Sumber : KPU.go.id). Jika kita hitung total persentase suara, tercatat sekitar 31,41%. Bayangkan jika partai itu bersatu dan membentuk koalisi, saya yakin bahwa mayoritas masyarakat Indonesia akan saling bersatu membantu dan memilih calon dari koalisi partai islam tersebut. Akan tetapi, faktanya berbeda sekali, Partai yang berideologi islam terpecah, dan meskipun ada 4 partai islam yang tergabung dalam koalisi prabowo, tapi kenapa mereka dari awal tidak bergabung sendiri membentuk koalisi islam?
"Katanya mau menegakkan syariat islam di negara ini, tapi kenapa kalian hai para elit partai islam tidak bersatu dari awal membentuk koalisi partai islam dan mengusung tokoh muslim yang benar-benar fasih dalam membaca al-qur'an, yang hafal al-qur'an, yang dari awal sudah soleh, yang kuat dalam beribadah, yang santun dalam berkata, yang menghormati orang tua, yang bijak dalam mengambil keputusan, dan yang paling baik dalam ibadahnya? apa kalian para elit partai islam tidak memiliki seorang yang paling tidak bijak seperti abu bakar, kuat seperti umar, pintar seperti usman, dan berani seperti ali? Tidakkah kalian ingat kisah ketika terjadinya pembebasan mekah dari tangan kaifr quraisy, bagaimana indahnya islam mengambil alih kota mekah tanpa memaksa warga mekah untuk memeluk islam, tapi tegas untuk mengambil alih mekah dan menegakkan syariat islam."
Paling tidak, mana peran kalian wahai elit partai islam yang terhormat meredam nasionalisasi dosa yang sekarang ini sangat sangat memprihatinkan ini? Jujur saya takut jikalau bala' turun di negeri yang kita cintai ini, masih mending azab, kena bagi yang melakukan dosa itu saja, tapi jikalau bala' yang turun, semua orang baik yang berbuat ataupun tidak, semuanya akan tertimpa bala' tersebut. Nauzubillahin zaliq,.
Oleh karena itu, besar harapan saya sekarang ini, adanya satu kelompok orang yang berani menenangkan situasi politik di negara ini, meredam fitnah, menyatukan kembali umat islam yang terpecah dan membuka wawasan bahwa perbedaan itu suatu rahmat, bukan suatu musibah. Saya sangat menunggu kehadiran seorang ulama besar yang berani netral dan bisa mendinginkan suhu politik di negara yang besar ini.
0 comments:
Post a Comment