animated by toonpool.com
Satu kalimat buat yang sering nongkrong di perpus,.”gua salut sama lu pada”. Kata-kata ini g cuma asal keluar dari mulut saya, karena udah berkali-kali saya berusaha untuk masuk ke dalam yang namanya perpus, tapi berkali-kali pula mata ini serasa redup sayu  bagaikan sayuran segar yang disiram dengan air panas, letoy dan layu. Ini ntah percobaan yang berapa kalinya saya berusaha untuk duduk manis di dalam perpus sambil baca buku, jurnal, ngenet, atau apalah itu namanya, tapi baru aja masuk sekitar 10 sampai 15 menit, ajib,.mata ini sudah mulai muter-muter terus ditambah dengan mulut tiba-tiba nguap dengan frekuensi kira-kira 3 menit sekali.
Ntah apa yang ada di perpus sehingga membuat mata ini selalu dan selalu berulang ngantuk. Berbagai cara sudah saya lakukan untuk melawan dengan keras rasa ngantuk yang luar biasa ini, baik dengan meminum kopi sebelum masuk perpus, bahkan seperti hari ini, 21 oktober, bangun tidur langsung mandi dan dengan semangat pergi ke perpus untuk mencoba membaca dan nongkrong di perpus, tapi ternyata apa yang terjadi, mata tetap ngantuk sengantuk-ngantuknya. Sungguh luar biasa permainan setan di mata ini..haha
Banyak orang yang berhasil betah berada di perpus, jangan jauh-jauh ngambil contoh, abang saya contohnya,  dia sering banget nongkrong di perpus dari pagi sampai malam (kebetulan perpusnya UGM itu sampai malam bukanya). Gilaaa..luar biasa bisa bertahan selama itu. Ada lagi contoh orang yang luar biasa, teman sekelas saya, dia tiap hari kalau tidak ada kuliah atau kegiatan di kelas, langsung nongkrong di perpus sampai-sampai di kampus ini (IPB) ada award bagi peminjam buku terbanyak, dan dia adalah juara dua untuk kategori peminjam buku terbanyak se-IPB untuk tahun 2012-2013. Gila g tu namanya,. Lah sementara saya, udah 2 tahun berada di sini, tapi apa, 1 buku pun belum pernah saya pinjam,.haha.. (parah lu).
Ini kali pertamanya saya duduk lama di perpus, tapi maaf, bukannya mau sombong, tapi kali ini saya berhasil menahan ngantuk dengan cara menulis di blog ini,.haha.. Mungkin ini tahap latihan pertama saya untuk dapat tahan duduk lama di perpus. Sudah 1 jam saya berhasil bertahan di sini walaupun kadang mata ini sulit untuk dapat bertahan. Tapi alhamdulillah ya sesuatu,.(hahasem). Beda orang beda kasus, beda saya beda pula dengan teman saya,. Kami sama-sama tergolong orang yang tidak betah untuk berada lama-lama di perpus, sebut saja namanya tatang. Kalau tatang, yang membuat dia g betah untuk berada di perpus adalah sulitnya menjaga mata untuk fokus ke laptop atau buku, tapi matanya sering melirik kiri kanan untuk melihat orang-orang disekitar. Alhasil, kasus yang sama pun terjadi, rasa males dan bosan untuk berada diperpus lagi-lagi menghampiri si tatang tersebut.

Buat lu lu pada yang betah di perpus, gua acungin jempol ke atas dah buat lu, salut buat lu,.

Tempe merupakan makanan asli dari Indonesia yang telah diakui oleh dunia. Proses pembuatan tempe dengan cara difermentasi telah membuat kandungan gizi yang terdapat pada tempe menjadi lebih baik. Ketersediaan asam amino, asam lemak yang bersifat esensial bagi tubuh jauh lebih baik jika dibandingkan dengan olahan kedelai yang tidak mengalami proses fermentasi. Cara membuat tempe sangat sederhana, ada 10 tahapan yang dilakukan ketika membuat tempe, yaitu :
  1. Proses sortasi, yaitu pembersihan kedelai kering dari bebatuan, biji jagung, ranting, dan lain sebagainya. Proses ini penting karena jika masih terdapat sampah-sampah akan mengganggu hasil akhir dari tempe. Proses ini biasanya dilakukan dengan menggunakan ayakan. 
  2. Proses pencucian. kedelai yang telah dibersihkan tadi dicuci dengan menggunakan air bersih yang bertujuan untuk kembali membersihkan dari berbagai kotoran seperti ranting dan lain-lain. Ketika mencuci, dilakukan pula pengadukan dengan tangan agar sampah-sampah ringan seperti kulit kedelai, ranting-ranting atau bahkan kedelai busuk yang kering pun akan timbul, dan kemudian disaring dengan ayakan kecil untuk mengambil sampah-sampah tersebut.
  3. Proses perebusan. Proses ini dilakukan dengan menggunakan air mendidih selama lebih kurang 30 menit-45 menit. Tujuan dari proses ini adalah agar kedelai yang dihasilkan lebih lunak dan kulit kedelai mudah terlepas. (Nb. seorang pengrajin tempe harus mencicipi rasa kedelai yang telah direbus untuk memastikan bahwa hasil rebusan tersebut sudah lembut dan tau standar rasa kedelai yang telah direbus) 
  4. Proses perendaman. Proses ini berlangsung selama 22-24 jam setelah perebusan didiamkan pada suhu ruang. setelah 22-24 jam, air hasil rendaman akan terlihat seperti berbuih dan sedikit kental. sebelum dicuci, terlebih dahulu dicek kadar pHnya. kadar pH air rendaman tempe yang baik adalah sekitar 3-5. (Nb. seorang pengrajin tempe harus mencicipi lagi bagaimana rasa kedelai yang telah direndam tersebut).
  5. Proses pengupasan. Proses ini adalah proses pengupasan kulit kedelai dari bijinya. kedelai yang telah direbus dan direndam akan menyebabkan kulit kedelai tersebut lebih mudah untuk dilepaskan. proses ini dapat dilakukan dengan tangan atau dengan mesin pengupas kulit. Dahulu proses ini dilakukan dengan cara menginjakkan kaki ke atas kedelai, tujuannya sama yaitu untuk mengupas kulit kedelai. itulah yang mendasari presiden pertama kita sempat mengatakan agar "kita jangan sampai menjadi bangsa tempe".
  6. Proses pencucian. Proses ini dilakukan untuk memisahkan kulit kedelai yang telah lepas tadi dengan kedelai. proses ini harus dilakukan dengan baik, karena kulit kedelai yang terlepas tersebut jika juga dijadikan tempe, akan mempengaruhi rasa dan tekstur tempe. proses ini dilakukan dengan bantuan saringan kecil sambil diputar-putar agar kulit kedelai yang terkupas tadi mengambang di atas air sehingga gampang diambil. Selain kulit kedelai, perlu pula dibuang bagian "mata kedelai", yaitu bagian putih ditengah biji kedelai, karena bagian tersebut jika tidak dibuang, akan menimbulkan rasa pahit pada tempe. (Nb. seorang pengrajin tempe harus mencicipi rasa biji kedelai setelah dicuci tersebut).
  7. Proses penirisan. Proses ini dilakukan untuk mengeringkan biji kedelai dari air hasil cucian. Jika kedelai masih dalam kondisi basah tetap diragi, kedelai yang dihasilkan akan tidak maksimal, dimana struktur tempe akan menjadi lunak dan hancur, serta jaringan misel (yg berwarna putih pada tempe) akan sedikit terbentuk. Tempe dengan kualitas yang baik adalah tempe dengan banyak terdapat jaringan putih tersebut sehingga struktur tempenya jadi lebih kompak. proses ini dapat pula dilakukan dengan menggunakan bantuan kipas angin. proses ini dilakukan sekitar 1-2 jam.
  8. Proses peragian. Ragi yang digunakan sebanyak 1-2 gr/kg kedelai kering. Artinya adalah jika membuat 1 kg kedelai kering, kita bisa menambahkan 1-2 gr, dan jika membuat 10 kg, kita bisa menambahkan 10-20 gr ragi. Proses ini harus dilakukan secara merata dengan cara diaduk dengan baik. (Nb. Proses pengadukan HARUS dilakukan dengan tangan MENGGUNAKAN SARUNG TANGAN dan kepala HARUS MENGGUNAKAN TOPI agar rambut tidak masuk ke dalam tempe.
  9. Pembungkusan. Pembungkusan dapat menggunakan daun pisang atau dengan plastik PE (polietilen) yang tebal, tetapi terlebih dahulu harus dilubangi.
  10. Proses pemeraman (fermentasi). Kedelai yang telah dibungkus tadi terlebih dahulu harus dicetak agar hasil tempe yang dihasilkan lebih rapi, baik berbentuk bulat maupun persegi. Kedelai yang telah dibungkus disusun dengan rapi pada rak fermentasi. proses ini berlangsung selama 44-48 jam. 
Begitulah cara pembuatan tempe yang baik sebagaimana yang dilakukan pada Rumah Tempe Indonesia (RTI) kab. Bogor Jawa Barat.

    "Tempe Kita"
    Produk tempe Rumah Tempe Indonesia (RTI)

Banyak orang yang secara spontan berkomentar atau berpendapat tentang suatu hal tanpa memikirkan apa akibat yang ditimbulkan setelah perkataan yang spontanitas tersebut diucapkan. Spontanitas itu memang dibutuhkan, tapi profesi yang lebih cocok untuk hal tersebut adalah pelawak, karena mereka memang dituntut untuk secara spontan merespon tiap perbuatan yang dilakukan oleh lawan mainnya, apalagi dengan respon yang aneh-aneh, sudah pasti akan menimbulkan gelagat tawa dari penonton. Namun pada kehidupan yang nyata, respon yang bersifat spontanitas tersebut harus kita pikirkan terlebih dahulu penggunaannya, karena lawan bicara kita tersebut berbeda dengan lawan bicara ketika seseorang di panggung hiburan seperti pelawak. Para pelawak tersebut telah diseting sedemikian rupa sehingga lawakan yang dihasilkan tersebut tidak menyebabkan lawan bicaranya menjadi dendam atau sakit hati dengan apa yang dibicarakan tersebut.

Budaya spontanitas sekarang ini sudah menjalar kemana-mana, baik dikalangan politik, pejabat publik, dosen, pegawai, petani, sampai masyarakat umum pun sudah terbiasa dengan kebiasaan tersebut. Baru-baru ini pun pejabat publik no 1 di negara ini pun juga terjerat dengan perkataan yang bersifat spontan tersebut ketika merespon perkataan salah satu rekannya sendiri dalam politik, namun perkataan yang spontan tersebut tidak dibuktikan secara nyata sebagaimana perkataan yang beliau sebutkan ketika merespon hal tersebut. Tentu buah dari hasil spontanitas tersebut menyebabkan bahan pembicaraan dimana-mana, apalagi bagi lawan politiknya.

Begitu pula di kehidupan masyarakat awam, begitu banyak perkelahian, pembunuhan, dan perbuatan yang tidak menyenangkan lainnya yang disebabkan oleh hasil dari perkataan yang spontan tersebut. Tentu saja orang akan membuktikan apa yang dikatakan oleh lawan bicaranya tersebut baik berupa pembuktian, maupun berupa bantahan terhadap pernyataan tersebut. Kebebasan berbicara itu memang merupakan hak bagi tiap orang, bahkan setelah era reformasi yang digadang-gadangkan sejak tahun 98 dulu, malah telah diatur dalam perundang-undangan. Namun imbas dari itu semua, banyak yang tidak memikirkan terlebih dahulu apa akibat dari pernyataan tersebut jika diucapkan.

Sudah seharusnya kita kembalikan budaya berbicara ini kepada agama kita, yaitu agama islam. Islam telah mengatur semua hal mulai dari hal yang terkecil sampai hal paling besar, mulai dari tidur sampai kasus pembunuhan. Islam menganjurkan untuk tidak banyak bicara ketika tidak diperlukan, bahkan dalam al-qur'an juga disebutkan dengan bicaralah dengan perkataan yang baik. Islam telah mengajarkan untuk tidak mengolok-olok, untuk tidak memfitnah, dan banyak hal yang diajarkan dalam Islam tentang budaya bicara.

Sebagai penutup, mari kita semua berusaha semaksimal mungkin untuk tidak bicara dengan spontan, kita harus memikirkan terlebih dahulu apa yang kita bicarakan, apakah maksud dari perkataan kita tersebut terkandung maksud pelecehan, dan juga jangan pula kita melebih-lebihkan isi dari perkataan kita dengan apa yang terjadi sebenarnya. Menjaga perasaan orang lain itu lebih baik daripada membuat sakit hati seseorang.

Blog Archive

Powered by Blogger.

Translate

Popular Posts